THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, 01 Mei 2011

Go - A bleach Fanfic

BLEACH © TITE KUBO :D
-OOC PARAH-



Winter war sudah berakhir berpuluh-puluh tahun yang lalu. Berakhir dengan damai antara Soul Society dengan Hueco Mundo. Sepertinya Aizen sudah bertobat dan mengembalikan Hyogyoku ke tangan pemiliknya. Tapi, Ichimaru tidak ingin mereka berbaikan. Karena tidak ada yang mendukung dia, akhirnya dia pun pergi meninggalkan Hueco Mundo, entah kemana.
Kini Ichigo menjabat sebagai taicho divisi 3, Hisagi di divisi 9, sedangkan divisi 5 masih belum mempunyai taicho, karena tidak ada lagi yang memenuhi kualifikasi untuk menjadi Taicho.


-OOO-


Hell Butterfly itu hinggap di jari tangan kanan Toushiro Hitsugaya, juubatai taicho. Ternyata dari soutaicho, ‘Hitsugaya-Taicho, aku minta kau segera menghadapku as soon as possible setelah kau menerima kupu-kupu ini.
Hitsugaya menghela nafas, dan segera bershunpo ke divisi 1 untuk menemui soutaicho.

-OOO-


“Hitsugaya Taicho, bisakah aku memintamu untuk pergi ke dunia manusia?” Tanya kakek tua itu, atau yang biasa di panggil soutaicho.
“Untuk apa?” Tanya si icy captain yang sekarang tingginya sudah bertambah lebih dari 40 sentimeter itu.
“Aku memintamu untuk menjemput putri pertama dari Urahara dan Yorouichi. Namanya Hikari. Orang tuanya meminta bantuan kita untuk melatih Hikari.”
“Tapi, memangnya bisa? Dia kan manusia?”
“Hei, hei, sadarkah kau bahwa orang tua nya adalah shinigami? Yah, mungkin kasusnya mirip dengan Kurosaki, tapi kali ini, kita lah yang akan melatihnya. Kau bisa mengajak Rangiku kalau kau mau.”
“Baiklah, lalu apa yang akan kau lakukan dengan Hikari?”
“Kita akan melatihnya.”
“Melatihnya? Kenapa tidak di masukkan ke akademi saja?”
“Tidak, tidak, khusus Hikari adalah pengecualian.”
“Oke, aku akan menjemputnya.”
Dan Hitsugaya pun segera kembali ke habitatnya.


-OOO-


Ketika kembali ke divisinya, Hitsugaya mendapati wakilnya, Matsumoto, sedang membereskan kertas-kertas paperwork yang berserakan.
“Apa yang sedang kau lakukan, Matsumoto?” Tanya Hitsugaya.
“Membereskan kertas-kertas sial ini. Hehe,” jawab Matsumoto sambil cengengesan, as always.
“Emang udah selesai? Kulihat kemaren masih banyak?”
“Baru saja selesai, memang kenapa?”
“Tidak. Oh iya, aku ditugaskan untuk menjemput putri pertamanya Urahara. Kau mau ikut ke dunia manusia, tidak?”
Hubungan antara taicho dan fuku-taicho divisi 10 ini memang dekat. Sangat sangat dekat. Terutama setelah Soul Society baikan dengan Hueco Mundo dan Gin pergi entah kemana.
“Ke dunia manusia? Tentu saja aku mau!” jawab Matsumoto riang, lalu memeluk taicho nya. Tentu saja pelukan maut milik Matsumoto sudah tidak berfungsi lagi, karena tinggi Hitsugaya sudah menyamainya, bahkan lebih tinggi sedikit.
“Baik, besok kita pergi ya,” jawab Hitsugaya.
“Oke!”


-OOO-


“Matsumoto, ayo cepat!” teriak Hitsugaya dari depan kamar Matsumoto. Sejak menara itu di buat, di situ lah para taicho dan wakilnya tinggal.
“Ya, Taicho!” jawab Matsumoto lalu membuka pintu kamarnya.
“Kamu bawa apaan, Matsumoto?”
“Ah, tadi aku membuat kue, kau mau mencobanya, taicho?”
Hitsugaya mengambil kue dari tumbler yang disodorkan Matsumoto.
“Enak juga. Aku baru tahu kau pandai masak, Matsumoto.”
Matsumoto nyengir kuda.
“Hei, kalian jadi ke dunia manusia?” Tanya Hisagi, pemuda tampan yang sekarang sudah menjabat jadi taicho di divisi 9 –dengan wakil si botak seksi Ikaku.-
“Iya, ini kami baru mau berangkat, kok. Ayo, Matsumoto!” jawab Hitsugaya sambil menarik tangan Matsumoto.
“Oleh-oleh~” kata Hisagi.
Hitsugaya Cuma mengacungkan jempol tangannya.


-OOO-


“Toushiro-kun! Rangiku-san!” panggil seseorang yang ternyata adalah Orihime.
“Lho, Orihime, bukannya kau seharusnya ada di divisi 4?” Tanya Matsumoto.
“Aku sedang cuti beberapa hari. Kalian sendiri ngapain di sini? Nge-date?” jawab Orihime, yang melihat sepertinya mereka mesra banget.
“Eh.. Tidak kok, kami dimintai tolong untuk menjemput putri nya Urahara,” jawab Hitsugaya cepat.
“Oh, begitu. Kalian mau menginap di apartemenku, tidak?” Tanya Orihime menawarkan.
“Tentu saja!” jawab Matsumoto riang.
-OOO-
“Huah, sudah lama sekali ya, sejak kita datang ke Karakura High School,” ucap Orihime ketika sarapan.
“Iya, seperti apa ya, sekolah itu sekarang?” kata Matsumoto berandai-andai.
“Matsumoto, kancing bajumu,” kata Hitsugaya.
“Ada apa, Taicho?” Tanya Matsumoto.
“Kancing bajumu, kancingin semuanya. Terutama di bagian dada.”
Yah, as you know, Matsumoto kan hobi banget pamer body-nya, terutama di bagian dada.
“Tapi Taicho, itu sangat tidak nyaman..”
“Nggak ada tapi-tapian, aku nggak suka.”
“Omonganmu itu ambigu sekali, Taicho.”
“KANCINGIN!”
Matsumoto manyun, tapi ia tetap ngancingin bajunya.


-OOO-


“Hari ini kita kedatangan murid baru, anak-anak!” kata guru wali kelas XI Sciene 1.
Hitsugaya dan Matsumoto masuk ke dalam ruang kelas. Suara siulan riuh rendah terdengar dari seluruh murid di kelas, baik cowok maupun cewek.
“Hitsugaya Toushiro. Senang berkenalan dengan kalian,” kata Hitsugaya membungkuk. Para wanita di kelas itu menatap Hitsugaya dengan tatapan mupeng.
“Rangiku Matsumoto,” kata Matsumoto memamerkan senyumnya. Lelaki di kelas itu bersiul riuh rendah.
“Kalian berdua bisa duduk di belakang Hikari, yang berambut ungu itu,” kata sang wali kelas.
“Baik,” jawab Hitsugaya dan Matsumoto berbarengan.
Sejak masuk ke ruang kelas itu, Hitsugaya –dan Matsumoto- merasakan tekanan roh yang besar, namun tidak stabil. Ya, tekanan roh itu berasal dari Hikari.

-Meanwhile, in XI Sciene 2-
“Anak-anak, hari ini kita kedatangan murid baru,” kata sang wali kelas.
Orihime masuk ke kelas. Para lelaki bersiul riuh rendah.
“Inoue Orihime,” kata Orihime memperkenalkan diri.
“Orihime, kau bisa duduk di sana,” kata sang wali kelas sambil menunjuk salah satu kursi.

~Break Time~
“Toushiro-kun! Rangiku-san!” panggil Orihime yang tau-tau udah di samping mereka.
“Orihime!” jawab Matsumoto.
“Uhm.. Reiatsu ini.. Besar sekali,” ucap Orihime yang juga merasakan reiatsu besar itu.
“Yah, punya siapa lagi kalo bukan punya target kita,” jawab Hitsugaya.
“Besar sekali – Tapi tidak terkendali,” kata Orihime.
“Ya, ku rasa dia belum bisa mengontrol reiatsu sebesar itu,” ucap Matsumoto.
“Toushiro? Rangiku?” ucap sebuah suara yang rupanya adalah milik Hikari.
“Hmm?” kedua murid baru itu menoleh ketika di panggil.
“Ehmm.. Sebenarnya, aku ingin bertanya, kenapa aura kalian mirip sekali dengan milik ayah dan ibu – err.. Seperti ada yang berbeda, begitu,” kata Hikari terbata.
“Hmm, begitukah? Aku tidak tahu,” jawab Hitsugaya, pura-pura tidak tahu.
“Oh iya, siapa namamu?” Tanya Matsumoto – yang juga pura-pura tidak tahu.
“Hikari. Kisuke Hikari Shihouin. Umm.. Kau anak baru juga ya? Kalau boleh tahu, siapa namamu?” ucap Hikari, lalu berpaling pada Orihime.
“Orihime. Orihime Inoue,” jawab Orihime sambil tersenyum.

-After School-
Hikari berlari ke locker nya, mengambil baju ganti yang ia bawa dari rumah.
“Kegiatan ekstrakulikuler, Hikari?” Tanya Orihime.
“He em, basket putri setiap hari Senin dan Jumat. Hari ini aku ada sparring lawan SMA lain. Dan setiap ekstrakulikuler berbeda harinya. Tergantung kegiatannya juga sih,” jawab Hikari bersemangat.
“Hei anak baru, kau mau ikut ekskul sepakbola? Sepertinya kau berbakat,” ucap salah satu teman sekelas Hikari – yang bernama Seto – pada Hitsugaya.
“Sepakbola? Boleh juga,” kata Hitsugaya tersenyum tipis.
“Ayo, sekarang,” kata lelaki yang lainnya.
“Tapi aku ga bawa baju ganti,” protes Hitsugaya.
“Pinjem punyaku aja, aku bawa 2,” sahut Kaito, sang ketua kelas 11 Sciene 1.
“Ah, iya,” kata Hitsugaya yang sudah di tarik sama Kaito agar ikut bergabung.
“Perasaan Taicho biasanya galak, kok sekarang malah nggak bisa menolak, ya?” Tanya Matsumoto pada Orihime.
“Hihihi, terbawa suasana, mungkin,” kata Orihime tersenyum tipis.

-OOO-


“Hikari!” teriak salah satu teman Hikari dalam sparring itu, lalu memberikan bola.
“Hup,” Hikari mengambil umpan yang diberikan padanya, lalu melemparnya ke dalam ring, dan masuk.
Sesaat setelah itu, pluit tanda sparring berakhir. SMA Karakura menang tipis.
“Kau hebat, Hikari,” ucap Orihime ketika sparring itu berakhir.
“Ah. Tidak sehebat itu kok,” balas Hikari, nyengir kuda.
“Kau jangan merendah, Hikari,” kata Matsumoto, mencubit pipi Hikari.
“Aduh, aduh,” kata Hikari mengaduh kesakitan.
Beberapa saat kemudian..
“Kau hebat, rambut putih!” ucap Haru sambil berjalan bersama dengan tim sepak bola nya.
“Ah, kau berlebihan deh! Kalian juga hebat kok,” kata Hitsugaya.
“Hahaha, kau benar-benar tak terduga, ya, Hitsugaya-kun,” sambung Kaito.
Hitsugaya nyengir kuda.
“Toushiro-kun! Bagaimana latihanmu hari ini?” Tanya Orihime ketika mereka mendekat.
“Sukses! Sekarang, ayo kita pulang!” jawab Hitsugaya.
Hari memang sudah menjelang malam.
Begitulah, Hitsugaya, Matsumoto dan Orihime mengamati Hikari selama 5 hari. Dia anak yang tidak bisa diam, suka tertawa –persis Matsumoto—tapi kurang bisa menguasai emosinya.

-OOO-


“Ayo pulang, Taicho, Orihime,” kata Matsumoto ketika pulang sekolah.
“Ada apa, Matsumoto? Tumben sekali,” balas Hitsugaya bingung.
“Kepalaku pusing, Taicho,” jawab Matsumoto.
“Baiklah, ayo,” jawab Hitsugaya singkat.
At Home..
“Kau sakit, Rangiku-san? Wajahmu merah sekali,” kata Orihime, khawatir melihat wajah Matsumoto yang merah.
“Tch, tubuhmu panas sekali, Matsumoto,” kata Hitsugaya yang menyentuh dahi Matsumoto.
“Aku tidur saja ya, siapa tahu nanti aku merasa lebih baik,” Ucap Matsumoto lalu masuk ke kamar di mana ia berbagi kamar dengan Orihime, dan langsung terlelap.
-Dinner time-
“Rangiku-san, sudah waktu nya makan malam,” kata Orihime sambil masuk ke kamar mereka.
“Orihime, boleh aku bertanya 1 hal?” Tanya Matsumoto yang sedang duduk di pinggir kasur.
“Hmm?”
“Bagaimana rasanya kehilangan orang yang dicintai dua kali, Orihime?”
“Pasti itu menyakitkan sekali, Rangiku-san. Ada apa? Kau merasakan hal itu?”
“Dulu.. Aku pernah kehilangan Gin.. Dan sekarang.. Aku takut.. Kalau aku harus kehilangan.. Taicho..”
Butir-butir air mata mulai turun dari mata milik Matsumoto.
“Rangiku-san, jangan menangis. Aku tahu Toushiro-kun tidak akan meninggalkanmu. Dia orang yang baik dan begitu perhatian. Aku tahu mungkin ia tidak menunjukkannya, tapi aku yakin, di dalam lubuk hati nya, ia ingin melindungi semua yang ia cintai, terutama kau, Rangiku-san,” jelas Orihime lalu memeluk Matsumoto.
“Bagaimana kau bisa tahu, Orihime?” Tanya Matsumoto heran.
“Dari tatapan mata nya. Matanya menjelaskan semuanya,” kata Orihime tersenyum.
“Terima kasih, Orihime,” ucap Matsumoto menghapus air mata nya.
“Sama-sama, Rangiku-san. Sekarang, ayo kita makan malam dulu, kasihan Toushiro-kun menunggu terlalu lama.”
“Ya, ayo.”
Dan pintu kamar pun di tutup.
“Bagaimana keadaan mu, Matsumoto?” Tanya Hitsugaya ketika mereka keluar kamar.
“Udah baikan kok, Taicho,” kata Matsumoto –walau suhu tubuhnya belum sepenuhnya turun-.
“Kau habis menangis? Matamu sembab,” Tanya Hitsugaya lagi.
“Eh.. Tidak kok, Taicho. Mungkin karena pengaruh demamku saja,” jawab Matsumoto.

-OOO-


“Duh, demammu tidak turun juga, Matsumoto,” kata Hitsugaya, sambil memegang dahi Matsumoto. Tersirat kekhawatiran yang dalam di matanya.
“Uhmm.. Mungkin karena kemaren kehujanan,” sahut Matsumoto pelan.
“Rangiku-san, minum obat, ya,” kata Orihime sambil menyodorkan obat pereda demam dan segelas air.
“Terima kasih, Orihime,” kata Matsumoto lalu meminum obat itu.
“Kau istirahat saja, biar demammu cepat turun,” ucap Hitsugaya.
Matsumoto masuk ke kamar dan segera tertidur.

-Around midnight-
“Duh, kenapa demamnya nggak turun-turun juga ya. Mungkin aku harus minta bantuan Toushiro-kun untuk menurunkan panasnya. Tapi, apa dia masih bangun?” gumam Orihime, yang sedang menjaga Matsumoto.
Tok, tok, tok.
Tiba-tiba pintu kamar di ketuk dari luar.
“Orihime, kau sudah tidur? Boleh aku masuk?” terdengar suara dari luar, yang ternyata adalah Hitsugaya.
“Toushiro-kun? Masuklah. Ada apa?” Tanya Orihime ketika membuka pintu kamarnya.
“Uhmm, aku khawatir dengan keadaan Matsumoto. Bagaimana keadaannya?” Tanya Hitsugaya lagi.
“Ya seperti ini, demamnya masih belum turun juga, padahal tadi sudah minum obat,” jawab Orihime, lalu duduk di salah satu sisi tempat tidur.
“Taicho..” – terdengar Matsumoto mengigau.
“Matsumoto? Tumben sekali,” ucap Hitsugaya pelan.
“Taicho, maafkan aku.. Kumohon.. Aku.. Aku mencintaimu, Taicho. Jangan tinggalkan aku..” ucap Matsumoto dalam tidurnya, membuat Hitsugaya meringis. Perih.
Lalu Hitsugaya menggenggam tangan wanita yang selama ini selalu bersamanya itu.
“Jangan sedih, Matsumoto. I’ll stay forever for you,” ucapnya lirih.
Orihime terdiam, menatap apa yang terjadi di hadapan matanya.
‘Kalau saja kau tahu, Rangiku-san, kalau Toushiro-kun sangat peduli kepadamu,’ batin Orihime.
“Lho? Taicho? Orihime? Kenapa kalian belum tidur?” Tanya Matsumoto yang tiba-tiba terbangun.
“Kami khawatir padamu, Rangiku-san,” jawab Orihime lembut.
Matsumoto terdiam sebentar.
“Taicho, Orihime, istirahatlah. Aku tidak apa-apa,” ucap Matsumoto akhirnya.
“Matsumoto, kau sakit. Jangan sok kuat begitu, aku khawatir padamu,” jawab Hitsugaya, tegas namun lembut.
“Taicho, aku..”
“Ssst, sudahlah, kau jangan banyak protes,” potong Hitsugaya.
Matsumoto mengubah posisi nya menjadi duduk.
“Matsumoto, boleh aku memelukmu? Setidaknya aku ingin mengurangi sedikit perasaan khawatirku,” ucap Hitsugaya.
“Aku, Taicho?” Tanya Matsumoto, meyakinkan dirinya.
“Ya,” jawab Hitsugaya pelan.
Matsumoto menggeser posisinya ke pelukan Hitsugaya. Tersirat sedikit perasaan tenang di hati Matsumoto.
Hitsugaya memeluknya lembut.
“Aku khawatir, Matsumoto. Harusnya kau tidak perlu sakit seperti ini,” bisik Hitsugaya.
“Maafkan aku, Taicho,” kata Mastumoto singkat.
“Tidak apa, istirahatlah.”
Dan mereka pun segera tertidur dengan posisinya masing-masing.

-OOO-

07.30 A.M, Karakura Town’s time..
“Toushiro-kun, Rangiku-san, ayo bangun, sudah pagi,” ucap Orihime –yang juga baru terbangun-.
Matsumoto membuka matanya.
“Kupikir semalam hanya mimpi, ternyata itu kenyataan, ya?” kata Matsumoto yang menyadari bahwa ia tertidur di pelukan Hitsugaya.
“Aduh, matsumoto, jangan bergerak seperti itu,” ucap Hitsugaya yang tiba-tiba terbangun.
“Kau sudah bangun, Taicho,” Matsumoto sudah cengengesan lagi.
“Yukkata, panasnya udah turun,” kata Hitsugaya, menyentuh dahi Matsumoto.
“Semalam, sepertinya aku merasa tubuhmu dingin sekali, Taicho? Ada apa?” Tanya Matsumoto.
“Aku meminta bantuan Hyourinmaru untuk menurunkan suhu tubuhmu,” jawab Hitsugaya tersenyum.
“Terima kasih, Taicho,” Kata Matsumoto.
“Hn,” jawab Hitsugaya singkat.

-OOO-


“Aku bosan, Taicho. Jalan keluar, yuk,” ajak Matsumoto saat siang hari.
“Hei, kau itu baru saja sakit. Jangan keluar dulu,” jawab Hitsugaya mencegah Matsumoto untuk pergi keluar.
“Tapi..” Matsumoto berniat protes.
“Awas kamu kalo berani keluar,” potong Hitsugaya singkat. Yah, dia memang masih khawatir akan keadaan Matsumoto.
Matsumoto sebetulnya kesal, dan ia masuk ke kamarnya untuk menenangkan perasaannya.
“Rangiku-san? Aku tahu sebetulnya kau kesal, tapi alasan Toushiro-kun melarangmu untuk jalan keluar, kan, karena ia khawatir akan keadaanmu. Kau belum pulih sepenuhnya,” ucap Orihime ketika ia masuk ke kamarnya.
“Humm. Yeah. Terkadang ia tidak mau menunjukkan apa yang sebenarnya ia rasakan,” keluh Matsumoto.
“Itulah laki-laki, Rangiku-san. Terlalu gengsi untuk menunjukkan perasaan,” jawab Orihime.
Lalu kedua wanita berambut orange itu bercanda dan tertawa.
Beberapa menit kemudian…
“Matsumoto! Orihime! Aku bawa kue!” kata Hitsugaya yang baru saja masuk ke apartemen mereka.
“Kapan kau keluar, Taicho?” Tanya Matsumoto heran.
“15 menit yang lalu. Itu blueberry cake untukmu, Matsumoto. Dan cheese cake nya untukmu, Orihime,” ucap Histugaya.
“Wah! Blueberry! Kau tahu saja kesukaanku, Taicho,” kata Matsumoto senang.
“Terima kasih, Toushiro-kun!” ucap Orihime.
“Hmm,” jawab Hitsugaya pendek dan masuk ke kamarnya.

-OOO-


“Taicho, kapan kita akan menjemput Hikari?” Tanya Matsumoto, malam harinya.
“Besok saja, tubuhmu belum sembuh sepenuhnya,” jawab Hitsugaya. Dasar protektif. (?)
Matsumoto berjalan ke belakang Taicho-nya yang sedang duduk di depan TV.
“Taicho, aishiteru, Taicho,” kata Matsumoto, lalu memeluk Hitsugaya.
Hitsugaya terdiam beberapa saat – Memahami apa yang baru saja di dengarnya.
“Uhm, maaf Taicho, tidak seharusnya aku berkata begitu,” kata Matsumoto lagi – Terdengar suaranya sedikit bergetar.
Hitsugaya membalik badannya, lalu menyentuh pipi Matsumoto.
“Tidak apa, Matsumoto, aku juga merasakan hal yang sama,” jawab Hitsugaya.
“Be.. Benarkah?”
“Ya.”
Air mata Matsumoto hampir saja jatuh kalau saja tidak di tahan oleh ciuman lembut dari Hitsugaya.
Kedua insane itu menikmati saat-saat mereka bersentuhan.
Tangan Hitsugaya mulai menyentuh tubuh Indah Matsumoto, sampai akhirnya ia menyentuh salah satu asset besar milik Matsumoto.
“E.. Err.. Taicho.. Jangan sekarang,” cegah Matsumoto lalu memberi sedikit jarak pada tubuh mereka.
“Ah, ma.. Maaf, Matsumoto,” kata Hitsugaya.
“Tidak apa, Taicho, dan terima kasih.”
“Untuk apa?”
“Karena kau sudah mencintaiku.”
“Ya, no problem, Matsumoto. Perasaan memang tidak bisa di bohongi, ya.”
Mereka berdua pun tersenyum.
Orihime tersenyum melihat kemesraan kedua insane itu.

-OOO-


Next day..
Konichiwa, Urahara,” sapa Hitsugaya ketika sampai di rumah Urahara.
“Oh, Toushiro dan Rangiku! Ayo masuk,” kata Yorouichi mempersilahkan mereka masuk.

-Dining room-
“Toushiro? Rangiku?” ucap Hikari terkejut ketika ia masuk ke dining room.
“Ya, kau akan di jemput oleh mereka ke Soul Society,” ucap Yorouichi pada putri pertamanya itu.
“Eh? Tapi.. Aku.. Untuk apa?” Tanya Hikari bingung.
“Hikari, ayah dan ibu meminta bantuan Soul Society untuk melatihmu menjadi shinigami yang lebih kuat,” kata Urahara.
“Ah? Apa maksud ayah?” Hikari masih saja bingung atas kejadian yang berlangsung secara tiba-tiba itu.
“Kau akan segera mengerti ketika sampai di sana, Hikari,” kata Hitsugaya.
“Ayah? Ibu? Aku di izinkan ke sana?” Tanya Hikari, lagi.
“Tentu saja, anakku sayang. Kau akan bertambah dewasa disana. Ibu yakin akan hal itu,” ucap Yorouichi pada Hikari.
“Tenang saja, Hikari. Kami tidak akan memperlakukanmu dengan buruk, kok,” kata Matsumoto tersenyum.
“Tapi.. Kalau aku tidak betah, bolehkah aku kembali ke sini?” yah, itulah Hikari. Suka khawatir akan hal yang belum terjadi.
“Boleh, Hikari, tapi ibu yakin kau akan segera betah di sana. Banyak yang akan kau pelajari di sana,” ucap ibunya lembut.
“Baiklah..” kata Hikari akhirnya.
Adik kembar Hikari, Hiroshi dan Hirako, sempat berurai air mata ketika Hikari akan pergi. Namun, Hikari berhasil menenangkan kedua adiknya itu.
Pada awalnya, Hikari memang bingung dengan keadaan di sana. Namun, ia beradaptasi dengan cepat, bersahabat dengan shinigami di sana, dan belajar banyak dari para Taicho. She’s going to love that place soon.

--FIN--