THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Sabtu, 25 September 2010

Dad's love theory


BLEACH © TITE KUBO
STORY © MEDIA KAWASAN
EDIT © Shabrina :D

“Nanao, tidakkah kau mengerti, bahwa wanita-lah yang diciptakan untuk belajar mencintai seorang lelaki?” Tanya dad – Kyouraku, padaku, ketika aku menceritakan bahwa aku akan mengejar salah satu teman sekelasku, Ichigo.
“Tapi, Dad..” kataku menyela. Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa Dad bisa bilang begitu. Padahal, zaman sudah berubah, tidak selama nya wanita harus selalu dikejar oleh laki-laki, kan?
“Anakku sayang, sebesar apapun cintamu pada seorang pria, jangan pernah mengejarnya dan menyatakan cinta lebih dahulu. Sebab, pria diciptakan bukan untuk di kejar tapi untuk mengejar. Sudah menjadi sifat dasar pria untuk menaklukan hati wanita yang dicintainya. Maka, berbahagialah wanita yang dicintai lebih dahulu. Dia akan disirami hujan cinta yang amat deras oleh kekasihnya. Sebaliknya, jika wanita menyatakan cinta lebih dahulu, belum tentu cinta sang pria –yang akhirnya membalas cintanya—akan langgeng. Dalam kamus pria, tidak ada istilah BELAJAR mencintai. Pria adalah makhluk yang jatuh cinta. Tapi, wanita, BISA belajar mencintai.”
“Apakah dulu Dad juga seperti itu?”
“Ya, pada awalnya Mom juga tidak memiliki perasaan pada Dad. Tapi Dad bersikeras untuk mendapatkan cinta dari Mom. Pada akhirnya, yah, seperti ini. Dad dan Mom menikah, lahirlah Lisa dan kamu, Nanao.”
Kalau ingat mom, aku selalu saja sedih. Mom meninggal setelah melahirkan aku.
“Begitu ya. Terima kasih, Dad. Aku kembali dulu ke kamar!” kataku sebelum beranjak menuju kamar.
“Ya. Oyasumi, Nanao.”
“Yeah. Thanks, Dad.”
.
.
“Ada masalah, Nanao?” Tanya kakak semata wayangku, Lisa, ketika aku masuk ke kamar. Aku memang sharing kamar dengan kakakku tersayang ini.
“Hmmmh. Dad menjelaskan tentang teori cinta nya. Sebetulnya aku sendiri tidak terlalu mengerti – walau sudah dijelaskan tadi.” Jawabku.
“Sejujurnya, teori Dad itu memang ada benarnya. Seorang wanita akan lebih mudah untuk mencintai seseorang yang care padanya.”
“Kenapa Lisa-nee bisa berkata begitu?”
“Yah, itu sudah terbukti kok.”
“Jangan-jangan, Lisa-nee sudah ada yang punya, yaa?” tanyaku menyelidik.
“Err.. Ti.. Tidak, kok..” jawabnya gugup.
“Hey, matamu itu tidak bisa berbohong, Lisa-nee. Jangan bilang pacarmu yang sekarang itu mahasiswa tingkat 2 yang sering kau ceritakan itu? Siapa ya, namanya?”
“Kensei?”
“Iya! Itu ya?”
“Kau mau tahu aja sih, Nanao! Sudah, tidur, sana!”
Aku beranjak ke kasur sambil menjulurkan lidahku padanya.
.
Malam berlalu, tapi tetap saja aku tidak bisa tidur, memikirkan apa yang dad jelaskan tadi. Hari gini, masih menunggu cinta dari seorang lelaki? Sudah zamannya emansipasi, kenapa tidak kita saja yang mengejar duluan? Tapi.. Lisa-nee pun menjelaskan hal yang sama. Bagaimana, ya?
.
.
“Gutten morgen, alle!” sapaku ketika masuk ke dalam kelas.
“Nee.. Yang baru belajar bahasa Jerman.” Kata Hinamori meledekku.
“Hehe.” Jawabku terkekeh.
“Kau kurang tidur ya, Nanao? Ada kantung mata di bawah matamu.” Ucap Hisagi, teman sekelasku.
“Iya. Aku tidak bisa tidur kemarin..”
Aku tahu Hisagi suka pada diriku. Dia juga perhatian sekali padaku. Tapi sekarang aku kan sedang ngejar Ichigo.
.
“Ichigo!” panggilku saat pulang sekolah.
“Hei, Nanao. Ada apa?” tanyanya.
“Pulang bareng, yuk?”
“Emm.. Tidak bisa, aku langsung pergi ke tempat les, jadi tidak pulang dulu.”
“Oh, begitu, ya. Ya sudah.”
.
“Aduhh.. Sakiitt..” keluhku sambil memegang perut bagian kiri atas. Rupanya maag yang kuderita kambuh.
“Nanao, sudah kuingatkan, bukan, kalau kau harus segera makan? Begini nih akibatnya kalau kau kurang makan. Nih, minum obatnya dulu!” kata kakakku, Lisa.
“Emm. Iya. Thankyou, Lisa-nee..”
Aku memang menderita maag kronis. Kalau telat makan sedikit, saja, maag ku bisa kambuh, dan sakitnya itu lumayan parah.
Beberapa menit kemudian..
“Gimana, Nanao? Udah baikkan?” tanya kakakku, lagi.
“Emm, iya, udah mendingan..” Jawabku.
“Oh iya, Nanao, bagaimana hubunganmu dengan gebetanmu itu?”
Wajahku merona merah.
“Tidak ada perubahan, Lisa-nee. Aku merasa buang-buang waktu saja mengejar dia.”
“Teori dad benar, kan, Nanao?”
“Tapi aku masih belum percaya sepenuhnya.”
“Ah, ya sudah lah kalau kau memang tidak percaya. Kau bisa membuktikannya sendiri.”
“I.. Iya.”
.
.
Aku berpikir, daripada aku menunggu Ichigo yang menyatakan cintanya padaku, kenapa tidak aku duluan saja yang menyatakannya? Yah, itulah yang terjadi. Aku menyatakan cintaku pada Ichigo, cowok paling kece yang ada di Karakura High School.
Hari gini, masih nunggu cowok yang nyatain cinta? Bisa nggak kebagian!
Dan, hasilnya, aku mendapatkan hati Ichigo.
.
Teori cinta dad tidak terbukti. Tapi sebagai orang tua, dad lebih banyak makan asam garam kehidupan. Teori cintanya yang kubilang “jadul” itu terbukti kebenarannya. Menginjak bulan ke tiga, hubunganku dengan Ichigo mulai direcoki pihak ke tiga. Siapa lagi kalo bukan Rukia, cewek yang pernah di taksir sama Ichigo, namun gak pernah ditanggapi. And, now –isu yang beredar – Rukia mulai suka pada Ichigo. Pasalnya, Ichigo (tanpa setahuku), masih suka PDKT sama Rukia.
WHAT THE..
Aku langsung marah pdan minta pada Ichigo agar dia memilih. Damn hell, dan ternyata, dia lebih memilih Rukia dibandingkan denganku. Masa aku, yang udah jelas-jelas memiliki kelebihan yang lebih dari Rukia, bisa kalah sama dia yang bertampang dan berotak biasa? Ugh! Apa sih kelebihan Rukia sampe Ichigo tergila-gila pada Rukia?
“Dia emang nggak sepinter kamu, Nanao. Dia emang nggak secantik kamu, Nanao. But, I love her. Dan, aku ga bisa jelasin kenapa aku bisa suka sama dia,” itu jawaban Ichigo saat aku – yang penasaran – memaksanya buat menjelaskan kenapa dia lebih memilih Rukia dibandingkan dengan aku.
“Kalau kamu mencintainya, kenapa kamu mau menjadi pacarku?” ujarku dengan mata berkaca-kaca, ingin menangis.
“Gomennasai, Nanao. Aku menerima cintamu karena aku nggak tega nolak kamu. Aku nggak tega sama kamu yang udah begitu baik dan perhatian sama aku,” ujar Ichigo dengan tatapan iba. HUH! Aku benci dipandangi seperti itu. Aku paling nggak suka untuk dikasihani.
“Jadi, kamu pura-pura mencintai aku? Tega bener kamu, Ichigo,” ucapku. Dari mataku sudah mulai turun air mata.
“Sekali lagi aku minta maaf, Nanao. Aku emang jahat karena udah ngebohongin kamu selama ini. Tapi, aku nggak bisa terus pura-pura cinta sama kamu. Di hati ku Cuma ada Rukia seorang,” ucapan Ichigo benar-benar meruntuhkan hatiku.
.
.
Yah, kira-kira itulah peristiwa putusnya aku dengan Ichigo, kira-kira 3 hari yang lalu. Dan sekarang, aku jatuh sakit, sehingga harus dirawat di rumah sakit. Selidik punya selidik, ternyata aku kena demam berdarah, dan maagku pun jadi lebih sering kambuh ketika aku sedang sakit.
.
‘Tok, tok, tok!’
Terdengar pintu kamar tempat aku dirawat, diketuk.
“Masuk aja, nggak dikunci, kok!” sahutku dari dalam kamar.
Ternyata Hisagi. Sendiri.
“Hei, Hisagi!” sapaku ketika ia masuk ke dalam kamar.
“Nee.. Siang, Nanao! Ini aku bawain makanan kesukaanmu!” katanya lalu meletakkan sebuah plastik di meja yang ada di kamar rawat.
“Risoles? Kenapa kau bisa tahu makanan kesukaanku?” tanyaku heran.
“Rahasia!” jawab Hisagi sambil memamerkan senyumannya.
Oh iya, aku kan belum makan siang! Makanan dari rumah sakit memang sudah diantar ke kamarku, tapi aku belum menyenntuhnya sedikitpun, karena aku tidak lapar.
“Mau di makan sekarang? Sudah lewat jam makan siang, loh!”
“Ntar aja, aku nggak laper.”
“Nggak pake ntar, ntar maag mu kambuh,” lalu Hisagi menyodorkan sepotong risoles itu padaku.
“Dari mana kau tahu kalau aku punya maag kronis?”
“Rahasia juga! Hehehe.”
“Huu. Hisagi payah, nih!”
Hisagi Cuma nyengir kuda.
“Rawitnya mana?” tanyaku sambil mengunyah makanan kesukaanku ini.
“Kamu lupa apa kata dokter? KAMU KAN NGGAK BOLEH MAKAN CABE~”
“Satu aja deh, Hisagi.. Masa nggak boleh, sihh??”
“Pokonya nggak boleh, aku nggak akan ngasih sebiji cabe pun padamu. Ntar kamu nggak sembuh-sembuh!”
Aku manyun, tapi akhirnya aku mengalah. Hisagi terlalu perhatian padaku.
“Kau tahu dari mana kalau aku tidak boleh makan cabe?” tanyaku heran.
“Dokter yang merawatmu menjelaskan segala sesuatu tentang penyakitmu padaku. Jadi, yah, aku cukup banyak tahu tentang itu,” jawab Hisagi cengengesan.
“Lalu mengenai risoles ini, sebetulnya kakakmu lah yang memberitahukannya. Waktu itu aku berkunjung ke rumahmu, tapi ternyata kamu sedang pergi dengan Ichigo. Yah, kakakmu menceritakan sedikit banyak tentang kamu.” Sambungnya.
“...”
Kurasakan pipiku sedikit memerah.
“Kau tahu, Nanao, melihatmu bersama dengan Ichigo, hatiku terasa sakit. Apalagi waktu itu aku melihat, ternyata Ichigo masih PDKT dengan Rukia. Saat itu aku berniat untuk memberi tahu mu. Tapi, kupikir, tak ada guna nya, karena kau tidak akan percaya padaku.” Kata Hisagi lagi.
“Hisagi..” kataku pendek, lalu memegang tangannya.
Semburat merah pun muncul dari pipinya.
“Yeah, Nanao?”
“Thankyou banget. Thankyou very much for your attention to me.”
“You’re welcome, Nanao.”
.
.
2 bulan kemudian..
“Ciee, yang baru jadian, nih!” ledek Hinamori padaku.
Yah, aku memang baru saja jadian dengan Hisagi. Siapa sangka, perhatian yang diberikan Hisagi padaku, telah meluluhkan hatiku pada pria yang memiliki goresan di pipi kiri nya itu.
“Ih, apaan sih, Hinamori-kun..” jawabku. Semburat merah muncul di kedua pipiku.
Teman-temanku yang lain pun tertawa. Termasuk Ichigo dan Rukia. Aku sudah merelakan mereka berdua.
Yeah, mencintai seseorang boleh-boleh saja. Tapi dicintai oleh seseorang adalah kebahagiaan yang tiada tara. Teori cinta yang dad ceritakan, memang bukan sekedar teori, tapi kenyataan.

Selasa, 21 September 2010

Kesialan gw hari Sabtu kemaren

Sebenernya gw udah mau nulis dari hari sabtu kemaren, tapi ternyata baru ada waktu sekarang.
.
Hari sabtu kemaren, gw kena sial banget. -_-"
Pertama, gw berniat ke inten untuk tambahan fisika (dan matematika), tapi ternyata, pas gw udah di jalan, temen gw sms, 'Teman-teman, hari ini tambahan fisika di batalin karena pak Ramli lagi ada urusan.' Ya ampun.
.
Ya udah deh, gw tetep jalan karena nggak mungkin kan, gw pulang lagi.
Sampe di inten, ternyata belom ada orang, dan gw bingung, harus ngapain, karena tambahan matematika baru di mulai jam 12 siang. Aaahh~ Kesialan gw yang pertama.
.
Terus, akhirnya gw mutusin buat jalan dulu ke gramed Matraman. Sebenernya gw lupa-lupa inget angkutan nomor berapakah yang harus gw naekin kalo gw mau ke gramed.
Akhirnya gw naek metromoni nomor 46. Dan gw turun di tempat yang belum seharusnya. Sebenernya gw udah bener tuh naek 46, tapi gw salah turun.
.
Lalu gw mutusin buat naek transjakarta aja, karena gw lumayan tau rutenya.
Tapiii.. ternyata gw salah naek, dan gw terbawa sampe Manggarai.
Alamak.. Iki piye atuh, neng gelis? Kau udah tinggal di Jakarta selama 18 tahun, tapi kenapa jalan aja masih ngaco?
Gw ngerasa bego banget saat itu.
Salah apa gw sampe bisa kena sial lebih dari 1x dalam hari itu
-__-
.
yah, untungnya gw berhasil sampai dengan selamat di Gramed, dan berhasil sampai kembali di inten UNJ dengan selamat.
Thanks, God.

Minggu, 05 September 2010

Salah satu coretan fanfiction yang pernah gue bikin

Well, ini salah satu fanfic oneshoot yang gue bikin waktu awal" tau fanfiction.net.

BLEACH © Tite Kubo

“GIN! Kau mau pergi lagi? Kenapa? Dulu kau meninggalkanku waktu kita masih tinggal di Rukongai. Sekarang, ketika kita sudah bertemu lagi di Gotei 13, kau mau pergi lagi, meninggalkanku?” teriak wanita berambut orange kecokelatan itu, Rangiku Matsumoto. Perlahan tapi pasti, air mata nya mulai mengalir turun dari mata abu-abu nya.
“Maaf, Ran-chan. Aku tidak bisa menemani mu di sini mulai sekarang hingga seterusnya.. Aku ingin mendapatkan kekuatan yang lebih, dan lebih dari sekarang. Kau tau kan, ambisi yang pernah kuceritakan sewaktu kita masih kecil dulu? Ingin menjadi yang terkuat. Maka dari itu, aku pergi dan ikut dengan Aizen taichou..” jawab lelaki berambut ungu muda dan seringaiannya yang seperti rubah..
“Tapi.. Tapi kau tau kan, kalau aku mencintaimu.. Rasanya berat sekali melihat orang yang dicintai pergi untuk yang kedua kali nya..” kata Matsumoto, yang kali ini berniat untuk mengejar Gin. Namun taichou nya, Hitsugaya Toushiro, menahannya.
“Biarkan mereka, Matsumoto! Mereka itu pengkhianat. Mereka itu musuh kita sekarang.. Dan kau, Ichimaru! Kau akan menyesal karena sudah meninggalkan orang yang mencintaimu begitu dalam!” kata Hitsugaya, sambil memegang tangan Matsumoto guna mencegah fuku-taichounya untuk pergi mengejar Gin Ichimaru.
“Maafkan aku, Ran-chan. Aku bukan orang yang pantas untuk kau cintai. Aku tau, ada 1 orang yang mencintaimu lebih dari apapun.. Dan aku yakin, kau akan mencintainya juga. Berbahagia lah bersamanya. Tertawalah bersamanya. Buat hidupmu lebih berwarna bersamanya. Dan, buatlah akhir yang bahagia bersamanya. Hanya itu permintaan terakhirku padamu, Ran-chan. Farewell..”
Kini Matsumoto hanya bisa menangis tersedu-sedu melihat 3 orang pengkhianat itu – Aizen, Gin dan Toushen bershunpo pergi.
“Tapi taichou.. Aku.. Aku.. Kenapa hal ini harus terjadi??” tanya Matsumoto di sela-sela tangisannya.
“Aku juga tidak tau, Matsumoto.. Kau tak perlu cemas, aku akan selalu siap kalau kau butuh tempat untuk mencurahkan isi hati mu..” jawab Hitsugaya.
“...”
“Sekarang, ayo kita kembali ke batalion 10..”
“Yes, taichou..”
~~SHIN~~
Hari-hari bagaikan neraka bagi Matsumoto. Setiap hari, ia hanya dihantui oleh mimpi-mimpi buruk tentang Gin. Tangisan, kesenduan, itu yang mengisi hari-harinya sekarang. Sudah hampir 2 tahun dia begitu. Hitsugaya bingung bagaimana caranya agar sang fuku-taichou nya itu kembali menjadi seorang Matsumoto yang ceria, yang blak-blakkan, yang suka ngomong seenaknya walau kadang suka menyebalkan dan membuat dirinya marah. Hitsugaya sedih, karena sekarang ruangan kerjanya berubah menjadi kuburan. Ia rindu teriakan-teriakan Matsumoto yang biasanya menggema di sepanjang koridor batalion 10. Hitsugaya juga sedih, tanpa mendengar Matsumoto tertawa, seperti ada yang hilang dalam diri nya. Sesuatu yang hilang. Entah separuh dari hatinya, entah separuh dari jiwanya, ato mungkin separuh dari pekerjaannya. *Loh??* (A/N: Gomen, Shabrina udah mulai lebai. Jangan ditiru ya! :D)
Teman dekat Matsumoto, seperti Hinamori, Shuuhei dan Kira pun bingung dengan perubahan sikap Matsumoto. Mereka sudah mencoba untuk menghibur, tapi hasilnya nihil. NOL BESAR. Tetap saja Matsumoto bersedih hati. Soutaichou sendiri sudah menyerahkan masalah ini pada Hitsugaya, Kira, Shuuhei dan Hinamori. Dasar keras kepala. Entah siapa yang dimaksud dengan kata-kata ‘keras kepala’ itu.
Lama-kelamaan, Hitsugaya pun ngga tahan dengan perubahan emosi, sikap dan kepribadian sang fuku-taichou yang notabene sudah lama bersama dengannya itu. Ia memanggil Matsumoto ke ruang kerja batalion 10.
“Matsumoto..”
“Ya, Taichou..”
“Aku ngga bisa melihatmu begini setiap hari. Menangis, bersedih hati aja setiap hari. Mana Matsumoto yang dulu? Yang suka berteriak dari salah satu ujung koridor ke ujung yang lain? Mana Matsumoto yang sering tertawa? Tertawa bersama Kira, Shuuhei dan Hinamori? Mana Matsumoto yang selalu ceria? Yang tidak mengenal kata ‘sedih’? Aku, Shuuhei, Kira dan Hinamori SANGAT merindukannya..”
“Tapi taichou.. Bisakah aku menemukan kebahagiaan yang hilang semenjak 2 tahun lalu? Aku takut, taichou.. Takut kejadian yang sama terulang lagi. Takut orang yang aku cintai pergi lagi. Takut orang yang dekat denganku, menjauh..”
“Matsumoto, kebahagiaan itu ngga Cuma berasal dari 1 orang aja. Kebahagiaan itu berasal dari orang-orang di sekitar kita. Orang yang dekat dengan kita. Kamu itu ngga sendiri, Matsumoto. Ada aku. Hinamori. Shuuhei dan Kira. Aku percaya kalau kamu BISA bangkit dari keterpurukanmu. Aku yakin kamu bisa belajar dari masa lalu, dan mengubahnya jadi lebih baik. Kalau Hinamori saja bisa mengatasi perasaannya, kenapa kamu tidak? Kita hidup buat belajar, Matsumoto. Jangan hanya memikirkan apa yang sudah berlalu, tapi buatlah masa lalu itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hidup kita..”
“....”
Air mata mulai mengalir turun dari mata Matsumoto. Sepertinya dia mulai mencerna kata-kata yang dilontarkan oleh taichounya yang imut nan manis itu. Hitsugaya berjalan ke belakang Matsumoto yang sedang duduk di sofa. Lalu lengannya yang kecil (Ya iya lah kecil, orang badannya juga kaga tinggi-tinggi amat) memeluk leher Matsumoto. Matsumoto merasakan satu kehangatan yang tidak pernah ia rasakan selama 2 tahun terakhir.. Deg.
“Begitukah, Taichou?”
“Ya.. Bukankah dulu kau pernah bilang begitu, Matsumoto? Apakah kau lupa?”
“Benarkah? Bahkan aku lupa bahwa aku pernah berkata begitu.. Kalau begitu taichou.. Maukah kau menjadi salah satu dari kebahagiaanku itu?”
“Tentu saja aku mau.. Biarkan kita yang dekat denganmu, menjadi sumber kebahagiaanmu.. Jangan biarkan rasa takut terus menghantuimu. Rasa takut itu HARUS dilawan. Karena takut itu adalah musuh terbesar dalam diri seseorang..”
Hitsugaya mempererat pelukannya. Matsumoto menangis makin deras. Tapi bukan karena sedih. Karena terharu. Ia terharu karena Taichou yang sering memarahinya di saat ia malas mengerjakan paperwork, yang memarahinya saat ia mabuk terlalu parah, ternyata begitu memperhatikannya. Mengkhawatirkannya. Mau menjadi sandaran di saat ia sedang sedih.
“Arigatou, taichou. Arigatou Gozaimasu..”
“Douitashimasite, Matsumoto. Aku selalu berharap kau kembali seperti semula. Kembali menjadi Matsumoto yang ceria, yang ngga kenal sesuatu yang bernama ‘tangisan’. Mungkin kau memang menyebalkan, tapi kau LEBIH menyebalkan kalau begini. Lebih baik mendengarkan ocehanmu yang seperti kereta api tapi diselingi dengan derai tawa daripada mendengar tangisanmu.. Terlalu menyayat hati..”
“Taichou..”
Matsumoto menggenggam erat lengan Hitsugaya, seolah tak ingin membiarkan taichounya pergi. Walau ia sudah bisa dibilang dewasa, tapi untuk masalah seperti ini, ternyata ia adalah seseorang yang sangat rapuh. Atau mungkin tak sanggup kehilangan lagi. Tak sanggup kehilangan orang yang ia cintai untuk yang kesekian kalinya.
“Matsumoto, aku sangat perduli padamu. Kalau kau terus-terusan seperti ini, aku merasa ada yang hilang dalam diriku. Walau aku sendiri tidak tau, apa yang hilang itu.. Mungkin saja, biasanya aku selalu mendengar teriakanmu. Sepanjang waktu. Tapi 2 tahun terakhir.. Aku hanya bisa mendengar tangisan darimu. Aku ngga mau denger itu terus, Matsumoto. Bukan hanya kau yang sedih, tapi aku pun ikut sedih.. Kau tau kan, bagaimana rasanya, orang yang kita cintai sedih, tapi kita tidak mampu berbuat apa-apa? Bingung, sedih..”
“Taichou.. Aku mengerti.. Tapi aku masih ngga mengerti, apa maksud Taichou berkata seperti itu.. Dan taichou, aku sendiri bingung, bagaimana bisa mengatasi masalah ini.. Ketika Gin pergi, aku seperti kehilangan separuh dari jiwaku..”
“Aku mencintaimu, Matsumoto. Sudah sejak lama.. Walau aku sering marah-marah padamu, tapi itu karena aku perduli denganmu.. Dan kalau kau memang mengizinkan, aku mau menjadi separuh dari jiwamu yang hilang itu.. Aku ingin kau bahagia, Matsumoto”
Matsumoto teringat kata-kata terakhir Gin sebelum ia pergi bersama Aizen taichou..
Maafkan aku, Ran-chan. Aku bukan orang yang pantas untuk kau cintai. Aku tau, ada 1 orang yang mencintaimu lebih dari apapun.. Dan aku yakin, kau akan mencintainya juga. Berbahagialah bersamanya. Tertawalah bersamanya. Buat hidupmu lebih berwarna bersamanya. Dan, buatlah akhir yang bahagia bersamanya. Hanya itu permintaan terakhirku padamu, Ran-chan.
“Benarkah..?”
“Hmmmh..”
Hitsugaya menghapus air mata yang mengalir dari pipi Matsumoto.
“Jangan menangis, Matsumoto. Melihatmu menangis, membuat hatiku seakan teriris pisau.. Sakit..”
“Ya, Taichou.. Terima kasih atas segala yang kau berikan padaku. Kau sangat baik padaku, walau aku ini seorang yang bisa dibilang sangat malas. Terima kasih karena kau telah mengkhawatirkan aku.. Terima kasih banyak.. Dan, tentu saja.. Tentu saja aku mengizinkan kau untuk mengisi separuh dari jiwaku yang hilang itu..”
You're the one and only
Treasure in my life
A feeling I can't hide from you
That you're the only one
You're the one and only
Pleasure in my life
A feeling that goes on and on
And you're the only one


“Terima kasih, Matsumoto..”
Hitsugaya masih memeluk Matsumoto, berharap sang fuku-taichou, orang yang dicintainya, dapat kembali seperti semula. Matsumoto yang ngga pernah sedih. Walau kadang menyebalkan setengah mati. Namun, lebih baik begitu daripada melihat Matsumoto nangis melulu..
~~SHIN~~
Few days passed..
Keadaan Matsumoto membaik. Setidaknya tidak ada lagi tangisan. Tidak ada sedu sedan. Memang wajahnya masih menunjukkan kesedihan, tapi itu sudah mulai berkurang. Memang masih belum ada teriakan yang menggema di koridor batalion 10, tapi setidaknya, tidak terdengar lagi tangisan. Sepertinya semangat yang Hitsugaya berikan pada Matsumoto mulai bermanfaat bagi Matsumoto.
Hitsugaya pun mulai menunjukkan perhatian lebih pada sang fuku-taichou. Ia yakin suatu hari nanti, mereka akan membuat akhir yang bahagia, seperti yang dikatakan oleh Gin ketika ia pergi dulu..
Meanwhile, at another place..
Shuuhei, Kira dan Hinamori sedang berbincang-bincang di sungai dekat Rukongai..
Shuuhei: “Sepertinya keadaan Rangiku-san terlihat lebih membaik..”
Hinamori: Syukurlah. Aku khawatir sekali dengan keadaannya. Selama 2 tahun dia tidak menunjukkan ekspresi ceria lagi. Yah, mungkin dia memang depresi karena ditinggal oleh Ichimaru taichou.. Tapi.. Aku tak menyangka kalau keadaannya separah ini.
Kira: Apa saja ya, yang sudah dikatakan oleh Hitsugaya taichou pada Rangiku-san, sehingga sikap Rangiku-san yang sudah 2 tahun ini berubah, mulai berubah kembali seperti biasa?
Hinamori: Ngga tau, Shiro-kun nge gombal, kali. Haha..
Kira dan Shuuhei langsung ketawa. Yah, setau mereka, kan, Hitsugaya ngga bisa nge gombal..
~~SHIN~~
Many years passed, we don’t know how long it is.. Maybe about 90 years, or 100 years..
“Taichou! Ini pekerjaanku! Sekarang aku sudah bisa pergi bersama dengan Shuuhei, Kira dan Hinamori, kan??” teriak Matsumoto lalu menaruh paperwork yang sudah ia kerjakan di meja Taichounya.
Ya, Matsumoto sudah kembali menjadi Matsumoto yang dulu, dulu sekali. Matsumoto yang rame, yang suka teriak-teriak, yang suka memeluk taichou nya dengan ‘pelukan maut’nya. Memang butuh waktu yang sedikit lama untuk memulihkan segala perasaan yang sudah tersakiti, tapi itu lebih baik daripada tidak sama sekali.
“Oke! Thankyou, Matsumoto! Jangan kembali terlalu malam, ya.” Jawab Hitsugaya lalu tersenyum dengan senyumannya yang mematikan.. (Author melted.. XD)
“Sip!” kata Matsumoto singkat lalu ber shunpo ke tempat Kira, Shuuhei dan Hinamori.
“Rangiku-san! Kau terlambat! Kita hampir saja ingin meninggalkanmu..”teriak Hinamori, gadis manis berambut biru itu.
“Maaf, aku harus menyelesaikan seluruh paperworkku yang tertunda kemarin!” jawab Matsumoto, lalu nyengir kuda.
“Tak kusangka, sekarang kau benar-benar akan menikah dengan Hitsugaya-taichou, Rangiku-san..” kata Shuuhei.
“Hmmh.. Mungkin ini yang dimaksud oleh Gin dulu.. Taichou-lah orang yang dimaksud oleh Gin..” ucap Matsumoto, lalu memandang cincin tunangan yang sekarang melingkar di jari manisnya.
Lalu mereka pergi untuk menghabiskan akhir minggu di festival yang diadakan di Rukongai, setahun sekali. Festivalnya memang tidak terlalu megah, tapi sangat ramai dan meriah..
~~SHIN~~
Seminggu setelah festival itu berlalu, Hitsugaya mengajak Matsumoto pergi jalan-jalan ke Rukongai . Ada yang ingin dibicarakan oleh Hitsugaya.. Niatnya sih berdua saja, tapi mereka ngga tau kalau ada 3 orang yang mengikuti, yakni Hinamori, Kira dan Shuuhei..
5 menit setelah berjalan, Hitsugaya dan Matsumoto sampai di tepi sungai..
“Matsumoto..” ucap Hitsugaya lalu memandang ke langit.
“Hmmh?” jawab Matsumoto singkat.
“Kau lihat awan itu kan?” tanya Hitsugaya lalu menunjuk ke awan putih yang ada di langit.
“Ya, taichou. Emang kenapa?”
“Putih ya? Tapi sayangnya, cintaku padamu lebih putih dari awan itu..”
Matsumoto menggenggam tangan Hitsugaya..
“Terima kasih banyak, Taichou..” jawab Matsumoto sambil berkaca-kaca.
Tapi di sisi lain..
Hinamori muntah, Shuuhei dan Kira malah cekikikan, yang membuat keberadaan mereka disadari oleh Hitsugaya dan Matsumoto.
“KIRA! HINAMORI DAN SHUUHEI!!! NGAPAIN KALIAN DI SINI??” teriak Hitsugaya ketika menyadari ada 3 mata-mata dibelakangnya.
Yaah, kalian tau sendiri kan, apa yang terjadi selanjutnya.. :D

Rabu, 01 September 2010

Pesantren kilat 2010

Oke, ini yang ke 3 kali nya gue ikut pesantren kilat (sanlat) di 21. Awalnya memang gue udah nggak mau ikut karena, jujur dari hati gue yang paling dalem, gue ga siap jadi seorang mentor. Tapi pada kenyataannya, gue ikut. Yah, sebagian hati gue bilang, apakah gue siap? Sebagian lagi bilang, coba aja, kenapa nggak?
Akhirnya gue nyoba deh.

Sanlat kali ini emang beda dari 2 tahun sebelumnya. Suram. Kalo dari kelas X gue ikut sanlat di luar kota, sanlat kali ini di adakan di sekolah. Menderita bener. Katanya uang yang harusnya buat sanlat, udah di pake buat ESQ. Untungnya cuma 1 malem.

Sejujurnya, kesan untuk sanlat kali ini kurang. Karena waktunya yang sangat padat, gue merasa makna kebersamaannya kurang banget. Gue nggak tau sih kalo yang laen.

Gue nggak nginep di sekolah. Trauma 2x nginep di sekolah, nyamuknya banyak parah. =="
Tapi tadi pagi, gue dateng, ternyata para panitia masih klenger karena kecapekan.
Well, sekali lagi, untung cuma 1 malem. gimana kalo 2 malem, ya?

Tapi, syukurlah semua berjalan dengan lancar, walau gue denger, ada panitia yang marah" karena berisik.
Lalu isu lagi, katanya pas malem, ada kuntilanak yang ikutan "jaga"..